Eki Febri merayakan kemenangannya di SEA Games 2021. (Kemenpora)

Selalu ada cerita mengesankan di balik prestasi seseorang. Tak terkecuali Eki Febri Ekawati. Atlet tolak peluru kelahiran Kuningan, Jawa Barat itu mengoleksi ratusan kisah perjuangan dalam perjalanannya meraih medali emas di SEA Games 2017 dan SEA Games 2021.

Eki memang sudah menyukai olahraga sejak kecil. Sebelum terjun ke dunia atletik, dia sempat menjajal olahraga dayung dan basket. Saat itu Eki menempuh pendidikan di SMPN 1 Nusaherang Kuningan. Tepatnya pada 2006. Hanya saja, orang tuanya tak setuju dia menekuni dayung. 

“Lalu saya main basket kelas 2 SMP. Sempat juara dan jadi kapten tim basket sekolah,” aku Eki.

Tidak berselang lama, Eki akhirnya berkenalan pada tolak peluru. Lalu dia juga disarankan mengikuti seleksi Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) di Bandung. Sebetulnya ada beberapa perwakilan lain dari Kuningan. Tetapi berkat keseriusan dan kerja kerasnya, Eki yang terpilih. 

“Saya masuk PPLP pas mau masuk SMA. Jadi begitu masuk PPLP, langsung fokus ke tolak peluru. Kompetisi pertama saya di tolak peluru itu Wali Kota Cup pada 2007,” ceritanya.

Menjadi student-athlete pasti berjebah tantangannya. Apalagi Eki menempuh pendidikan di sekolah reguler. Bukan sekolah atlet. Yang jam pelajarannya sama dengan siswa non atlet. Sehingga Eki harus pandai membagi waktu. Pun menjaga kesehatan fisiknya.

“Pagi-pagi harus latihan dari pukul 05.00 sampai pukul 06.00. Pukul 07.00 pagi masuk sekolah. Lalu setelah pulang pukul 14.00 atau 15.00, sore harinya saya langsung latihan lagi,” ungkapnya.

Latihan yang ketat tak membuat Eki mengabaikan akademiknya. Atlet 30 tahun itu selalu masuk peringkat lima besar di sekolah. Bahkan tercatat sebagai siswa yang meraih nilai Ujian Nasional (UN) tertinggi kedua di SMAN 6 Bandung.

“Hanya saja waktu itu saya tak ikut menerima penghargaan saat wisuda. Karena saya harus mengikuti Kejurnas PPLP di Ambon pada 2010. Saat itu saya juga juara 1 di Kejurnas PPLP Ambon,” terangnya.

Eki mengaku sangat mencintai profesinya sebagai seorang atlet. Apalagi sampai memenangi kompetisi internasional. Naik podium hingga mendengar lagu kebangsaan Indonesia Raya diputar, membuatnya merinding. Meskipun demikian, Eki mengakui untuk sampai ke level itu perlu proses yang panjang. 

“Karena tak ada yang semudah membalikkan telapak tangan. Semua latihan dan proses harus dinikmati. Karena kalau dinikmati, sebuah perjuangan pasti membuahkan hasil yang manis,” tuturnya.

Eki juga mengakui kalau tolak peluru kurang populer di Indonesia. Regenerasinya bisa dibilang cukup lambat. Tapi dia tak putus harapan. Eki masih setia menunggu ada bibit baru untuk meneruskan perjuangannya kelak. 

“Sehingga, saya menyambut baik ya kerja sama DBL Indonesia dan PB PASI kali ini. Di mana atletik isebenarnya basic dari semua olahraga. Semua cabang olahraga itu kan ada lari, ada lompat, ada jalan, ada lempar,” terangnya.

“Saya berharap dengan kompetisi ini memunculkan generasi-generasi baru, pengganti-pengganti senior yang saat ini masih berlaga. Semoga dengan adanya SAC Indonesia bisa memunculkan bibit-bibit baru," harap Eki.

Eki Febri Ekawati sering berlabuh di banyak kompetisi dunia untuk tolak peluru. Selain membuat harum nama Indonesia dengan medali emas di SEA Games 2017 dan 2021, Eki juga getol memimpin kejuaraan dalam negeri. Dia menduduki posisi pertama di Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021. Terbaru, Eki mendapat medali perunggu dalam Islamic Solidarity Games 2022 di Turki. (*)

  RELATED ARTICLES