Bagi Suryo Agung Wibowo, legenda sprinter Indonesia, DBL bukan sekadar wadah untuk adu cepat dan adu skill. Lebih dari itu, DBL adalah jembatan menuju mimpi.
Sebagai atlet senior yang sudah puluhan tahun berkecimpung di lintasan atletik, Suryo Agung melihat gebrakan DBL lewat SAC (Student Athletics Championships) sebagai hal yang berani dan segar.
“Kalau dari SAC, aku melihat ini gebrakan baru untuk dunia atletik. Atletik ternyata bisa loh, dibikin se-hype ini,” ujarnya, kagum.
Menurutnya, di tengah minimnya kompetisi atletik dengan konsep student athlete, kehadiran SAC justru membawa warna baru.
SAC merupakan kompetisi yang bukan hanya soal lari cepat atau lompat jauh, tapi juga bagaimana sport bisa dikemas menarik untuk semua.
Kini, SAC sudah mau memasuki musim yang keempat. Dari pandangan Suryo Agung, eksistensi ini harus terus dijaga. Karena ia melihat banyak sekolah kini benar-benar menyiapkan ‘jagoan-jagoan’ mereka untuk podium SAC.
“Sekarang SAC malah jadi magnet tersendiri. Jadi sekarang yang ditunggu bukan cuma kejuaraan daerah atau kejurnas, tapi SAC juga salah satu event yang ditunggu banget,” tambahnya.
Di lapangan, efeknya terasa. Beberapa jebolan SAC angkatan pertama sudah menembus Pelatnas (Pelatihan Nasional). Banyak pula atlet daerah yang menjadikan label juara SAC sebagai portofolio mereka.
Bahkan Suryo Agung mengaku, sempat bertemu kembali dengan para Champion SAC pada ajang Jateng Open. Hanya berselang beberapa waktu usai pulang dari international training camp SAC di Tiongkok.
Baca Juga: 5 Tempat Keren yang Dikunjungi Champion SAC di Tiongkok
“Bagus banget sih. Sesuai dengan goals mereka yang tidak memperbolehkan atlet binaan ikut serta di SAC. Sekarang SAC benar-benar membantu dalam mencari bibit-bibit yang belum pernah terlihat sebelumnya,” katanya.
Memasuki usia ke-21, DBL makin lantang dengan konsep student athlete. Konsep yang bagi Suryo Agung sangat baik diterapkan untuk menjaga keseimbangan atlet di dalam maupun luar arena.
“Pendidikan itu dasar. Kalau kita cuma fokus mau jadi atlet, tapi suatu saat kariernya berhenti dan nggak punya modal pendidikan, mau jadi apa?” tuturnya.
Ia berharap ke depan, konsep student athlete yang sudah berjalan di basket bisa perlahan ditularkan ke atletik juga.
“Jadi dalam tanda kutip, biar mereka bukan cuma modal otot aja. Mereka juga harus bertanggung jawab atas nilai akademiknya. Itu penting banget buat masa depan.”
Baca Juga: Tao Yujia Puji Semangat Champion SAC, Tapi Masih Harus Perbaiki Fundamental
Bagi Suryo Agung, ada banyak hal yang membuat kompetisi di bawah naungan DBL selalu berbeda. Salah satunya adalah bagaimana mereka menjaga atmosfer penonton agar tetap hidup.
“Look and feel-nya memang bagus lah DBL ini. Sports and Entertaintment-nya, berjalan dengan baik. Selama ini kan lomba atletik yang kita tahu cuma fokus di lomba aja. Nah, DBL dan SAC ini berbeda. Mereka selalu punya cara agar penonton bisa terus berdatangan,” celetuk Suryo Agung.
“Itu yang akhirnya membuat atmosfernya SAC ini beda. Gengsinya beda. Itulah kenapa, saya bilang di awal, saya takjub bahwa kompetisi atletik bisa dibuat se-hype ini oleh DBL,” imbuhnya.
Di usia DBL yang sudah melewati dua dekade, Suryo Agung berharap DBL terus solid ke depannya dan menjadi wadah yang baik untuk kemajuan olahraga Tanah Air. Sesuai dengan tema tahun ini: Let's Get Loud! (*)