Agus Prayogo saat berlaga di SEA Games 2017 (Antara)

Tak ada prestasi yang mudah dicapai. Baik akademik maupun non akademik. Semua butuh latihan dan kerja keras. Itu lah yang dilakukan Agus Prayogo. Atlet lari jarak jauh yang sudah berkiprah di tujuh edisi SEA Games itu, harus keluar dari zona nyaman ketika masih anak-anak. Tak lain demi menggapai cita-citanya. 

Agus tinggal bersama neneknya, almarhumah Warsikem, di Magelang. Saat itu ia bersekolah di SDN Cacaban 2. Kebetulan di kampungnya ada klub lari. Dan sedang melakukan persiapan untuk Pekan Olahraga Pelajar dan Seni (Porseni). Tepatnya pada 1995. Agus yang baru berusia 10 tahun saat itu, menunjukkan minatnya untuk ikut. 

“Saya akhirnya fokus persiapan dan berhasil menjuarai lomba lari pertama saya. Saat itu Porseni tingkat sekolah dasar se kota magelang. Kalau juara, pasti diupacarakan, diberi penghargaan dan sebagainya,” kenang atlet yang sekarang berusia 37 tahun itu.

Berangkat dari juara pertama itu, guru Agus menyarankannya fokus dan konsentrasi pada olahraga. Karena gurunya melihat Agus punya bakat menjadi seorang atlet. Sehingga ia mulai berlatih dengan tekun. 

Agus juga bukan sosok yang mudah puas dengan pencapaian yang diraih. Saat duduk di bangku SMP, ia memutuskan untuk pindah ke Kota Salatiga. Di sana banyak klub lari yang kualitasnya bagus. Tak hanya melahirkan atlet lokal. Tetapi juga nasional hingga internasional.

“Sejak menjuarai Porseni, saya akhirnya memutuskan untuk terjun ke dunia atletik. Sehingga saya menomor duakan sekolah saya. Saya awalnya bersekolah di SMPN 6 Magelang. Ketika naik kelas tiga, saya memutuskan pindah ke SMPN 9 Salatiga,” terangnya.

Klub lari yang diikuti Agus di Salatiga berbeda dengan di Magelang. Latihannya lebih berat. Lebih rutin dan ketat. Target sasarannya pun kompetisi tingkat nasional. Sehingga sekolah Agus lambat laun terbengkalai. Dia bahkan mengaku tak bisa fokus belajar. Karena tujuan utamanya adalah berkarier di atletik. Khususnya lari. Bahkan Agus juga dituntut hidup mandiri. Di Salatiga, ia tinggal bersama pelatihnya. 

“Saya juga sempat hampir dikeluarkan dari sekolah. Waktu itu kebetulan akhir-akhir masa kelas tiga saya dikasih pilihan, kamu mau sekolah atau dikeluarkan katanya. Wali kelas sampai mencari saya ke klub. Akhirnya pelatih nyaranin untuk fokus ke kelas tiga, mau lulus,” ungkapnya. 

Meskipun harus melalui halang rintang di sekolah, Agus lulus dengan nilai yang memuaskan. Bahkan ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke SMA negeri. Namun dia memilih sekolah yang bisa mendukung aktivitasnya menjadi seorang atlet. Dengan jam pelajaran yang tak terlalu ketat. Agus memilih Ma'had As-Surkati di Salatiga. 

“Waktu itu saya bisa datang ke sekolahan setelah latihan pagi. Jadi biasanya masuk sekolah jam 10, lalu setelah sholat Dzuhur, saya dikasih kesempatan mendahului pulang untuk berlatih,” tuturnya. 

“Saya bersyukur dengan waktu yang diberikan oleh sekolahan untuk saya, ya saya bisa menjuarai berbagai kompetisi. Tidak hanya di tingkat nasional tetapi tingkat internasional.”

Saat duduk di bangku SMA, Agus mendulang medali emas tiga tahun berturut-turut. Dalam sebuah kompetisi internasional tingkat pelajar. Namanya Asean School. 

Agus menjuarai ASEAN School Games di Thailand tahun 2001 untuk jarak 5.000 meter dan 1.500 meter, ASEAN School Games di Brunei Darussalam tahun 2002 untuk jarak 5.000 meter, lalu ASEAN School Games di Jakarta tahun 2003 untuk jarak 5.000 meter dan 10.000 meter. 

Selama masa menjadi student-athlete, Agus Prayogo memiliki salah satu sosok yang banyak berperan. Yakni neneknya. Sejak kelas 2 SD Agus memang tak lagi tinggal dengan orang tuanya. Ia tinggal bersama sang nenek. Untungnya, Warsikem juga sangat mendukung dengan semua keputusan Agus.

Meskipun terlihat sangat cinta mati dengan lari, Agus pernah mengalami rasa jenuh. Apalagi dia harus meninggalkan masa kanak-kanak. Pun waktu kebersamaan keluarga. Yang dihabiskannya untuk latihan. Namun usaha tak akan mengkhianati hasil. Agus kini mengantongi lebih dari 20 medali kompetisi. Terdiri dari emas, perak hingga perunggu. 

“Memang kebanyakan orang menekuni dunia olahraga khususnya lari jarak jauh, mereka maunya instan, ingin cepat menjadi seorang juara. Padahal untuk menjadi seorang juara itu tidak mudah. Tidak cepat. Kuncinya kalau ingin menjadi seorang juara harus konsisten dalam berlatih,” pungkasnya. 

Agus Prayogo kini dikenal sebagai pelari jarak jauh paling fenomenal. Bukan hanya di Indonesia. Tetapi juga di Asia Tenggara. 

Agus menyabet medali emas di SEA Games Vientiane tahun 2009 untuk 10000 meter, dua medali emas di SEA Games Jakarta-Palembang tahun 2011 untuk 5000 dan 10000 meter, medali emas di SEA Games Singapura tahun 2015 untuk kategori 10000 meter, medali emas di SEA Games Kuala Lumpur 2017 untuk 10000 meter dan medali emas maraton SEA Games Filipina tahun 2019. (*)

  RELATED ARTICLES