Salah satu peserta SAC Indonesia National Championship

Bagi banyak atlet, kecepatan adalah salah satu kualitas atletik yang paling dicari. Terutama dalam olahraga yang diukur dari kecepatan. Misalnya, nomor lintasan atletik. Untuk menghasilkan kecepatan, seorang atlet tentunya memerlukan teknik dan latihan yang tepat. Selain itu, atlet juga harus menguasai tahapan mekanis yang ada dalam olahraga tersebut. 

Kali ini, SAC Indonesia akan membahas soal empat tahapan gerak biomekanik dalam lari jarak pendek dari posisi awal dan bagaimana seharusnya posisi atlet saat melakukan tahapan tersebut.

1. Start

Salah satu hal pertama yang paling penting dalam lari jarak pendek adalah posisi awal itu sendiri. Mulai dari sikap yang diturunkan, gerak kaki di belakang tubuh, dan posisi tangan yang harus waspada menunggu untuk keluar dari lintasan dengan kecepatan penuh.

Kaki pelari harus menempel pada start block, kaki kalian harus berada dalam posisi offset, dan pusat gravitasi harus diarahkan ke kaki depan. Posisi lengan harus selebar bahu, dan kepala serta tulang belakang harus sejajar lurus untuk memastikan stabilitas dan daya yang cukup saat mendorong diri ke depan.

Saat mengangkat pinggul ke atas sebelum keluar dari start, sangat penting untuk mempertahankan keselarasan dari kepala hingga ke punggung bawah. Menurut, National Strength and Conditioning Association, dalam posisi ini memungkinkan kaki depan kalian harus mendekati sudut 90 derajat dan kaki belakang sekitar 120-125 derajat.

Banyak atlet akan memilih kaki dominan mereka untuk diposisikan di depan. Keputusan seperti ini dapat pelari dapatkan sesuai dengan saran dan bantuan

Setelah posisi pelari sudah siap, tubuh secara otomatis akan bergerak ke take-off dinamis. Saat meluncurkan sprint, pelari akan mendorong langsung balok dengan kedua kaki. Secara khusus menggunakan blok di awal akan memungkinkan jumlah maksimum gaya.

Baca Juga: Lari Jarak Pendek: Pengertian, Sejarah, Teknik Dasar dan Manfaat

2. Acceleration (Akselerasi)

Acceleration atau dikenal sebagai "fase transisi" sprint adalah perubahan tubuh pelari dari gaya horizontal ke gaya vertikal. Fase ini terjadi sangat cepat dan sangat penting bagi pelari untuk memaksimalkan tenaganya saat bergerak dari posisi diam yang berjongkok ke posisi sprint tegak.

Untuk fase akselerasi yang sukses, kuncinya adalah mencapai ekstensi kaki penuh untuk produksi tenaga maksimal. Produksi gaya yang lebih tinggi membutuhkan waktu kontak tanah yang lebih lama, namun berlari membutuhkan waktu kontak tanah sesedikit mungkin.

Untuk mencapai gaya sebanyak mungkin, condongkan tubuh ke depan sebanyak mungkin (biasanya sekitar 40-50 derajat) selama fase akselerasi. Melakukan hal itu akan meningkatkan sudut tulang kering, sehingga membuat ujung belakang kaki lebih jauh dari tanah, dan tubuh akan menghasilkan kekuatan yang sama, tetapi memiliki waktu kontak tanah yang minimal. 

3. The Drive (Top Speed)

Setelah melewati fase akselerasi awal, pelari harus beralih ke fase langkah sprint dalam posisi yang lebih tegak. Di sini, kepala pelari harus mulai terangkat, tulang belakang memanjang dan lurus, dan mata pelari terpaku pada garis finish.

Selama fase ini, pelari harus mencapai kecepatan maksimal, biasanya antara 40-80 meter. Pada titik ini, pelari harus menggunakan kombinasi momentum dan kekuatan otot untuk membawa tubuh sampai akhir sprint.

Baca Juga: Yuk, Pahami Teknik Dasar Lari Jarak Pendek

4. Deceleration

Last but not least, fase terakhir dari sprint adalah Deceleration atau dalam perlambatan. 

Nama fase terakhir ini tak sama dengan gerakan yang harus dilakukan. Terlebih lagi, ini biasanya merupakan titik dalam sprint di mana atlet kehabisan tenaga dan harus berlari lebih keras untuk mencegah kelelahan atau faktor apa pun yang dapat menyebabkan perlambatan.

Fase perlambatan pada dasarnya sama dengan fase penggerak, hanya dengan kesulitan tambahan karena harus mempertahankan daya tahan anaerobik. 

Untuk membantu mempertahankan keluaran tenaga maksimal, dalam bentangan terakhir sprint, pastikan untuk melakukan pengangkatan lutut yang tinggi dan banyak melakukan penggerak lengan. Terutama menjaga  agar siku tetap tertekuk pada 90 derajat. (*)

  RELATED ARTICLES